Rabu, 31 Oktober 2012

BATAK KARO

Suku Karo adalah suku asli yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Deli Serdang, Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi, Kota Medan, dan Kabupaten Aceh Tenggara. Nama suku ini dijadikan salah satu nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu Kabupaten Karo. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Karo. Suku Karo mempunyai sebutan sendiri untuk orang Batak yaitu Kalak Teba umumnya untuk Batak Tapanuli. Pakaian adat suku Karo didominasi dengan warna merah serta hitam dan penuh dengan perhiasan emas.

Wilayah Suku Karo
Sering terjadi kekeliruan dalam percakapan sehari-hari di masyarakat bahwa Taneh Karo diidentikkan dengan Kabupaten Karo. Padahal, Taneh Karo jauh lebih luas daripada Kabupaten Karo karena meliputi:
Kabupaten Tanah Karo
Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi Tanah Karo. Kota yang terkenal dengan di wilayah ini adalah Brastagi dan Kabanjahe. Brastagi merupakan salah satu kota turis di Sumatera Utara yang sangat terkenal dengan produk pertaniannya yang unggul. Salah satunya adalah buah jeruk dan produk minuman yang terkenal yaitu sebagai penghasil Markisa Jus yang terkenal hingga seluruh nusantara. Mayoritas suku Karo bermukim di daerah pegunungan ini, tepatnya di daerah Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak yang sering disebut sebagai atau “Taneh Karo Simalem”. Banyak keunikan-keunikan terdapat pada masyarakat Karo, baik dari geografis, alam, maupun bentuk masakan. Masakan Karo, salah satu yang unik adalah disebut trites.Trites ini disajikan pada saat pesta budaya, seperti pesta pernikahan, pesta memasuki rumah baru, dan pesta tahunan yang dinamakan kerja tahun. Trites ini bahannya diambil dari isilambung sapi/kerbau, yang belum dikeluarkan sebagai kotoran.Bahan inilah yang diolah sedemikian rupa dicampur dengan bahan rempah-rempah sehingga aroma tajam pada isi lambung berkurang dan dapat dinikmati. Masakan ini merupakan makanan favorit yang suguhan pertama diberikan kepada yang dihormati.
Kota Medan
Pendiri kota Medan adalah seorang putra Karo yaitu Guru Patimpus Sembiring Pelawi.
Kota Binjai
Kota Binjai merupakan daerah yang memiliki interaksi paling kuat dengan kota Medan disebabkan oleh jaraknya yang relatif sangat dekat dari kota Medan sebagai Ibu kota provinsi Sumatera Utara.
Kabupaten Dairi
Wilayah kabupaten Dairi pada umumnya sangat subur dengan kemakmuran masyarakatnya melalui perkebunan kopinya yang sangat berkualitas. Sebagian kabupaten Dairi yang merupakan Taneh Karo:
* Kecamatan Taneh Pinem
* Kecamatan Tiga Lingga
Kabupaten Deli Serdang
Sebagian kabupaten Deli Serdang yang merupakan Taneh Karo:
* Kecamatan Lubuk Pakam
* Kecamatan Bangun Purba
* Kecamatan Galang
* Kecamatan Gunung Meriah
* Kecamatan Sibolangit
* Kecamatan Pancur Batu
* Kecamatan Namo Rambe
* Kecamatan Sunggal
* Kecamatan Kuta Limbaru
* Kecamatan STM Hilir
* Kecamatan Hamparan Perak
* Kecamatan Tanjung Morawa
* Kecamatan Sibiru-biru
* kecamatan STM Hulu
Kabupaten Langkat
Taneh Karo di kabupaten Langkat meliputi:
* Kecamatan Selesai
* Kecamatan Kuala
* Kecamatan Salapian
* Kecamatan Bahorok
* Kecamatan Pd.Tualang (Batang Serangan)
* Kecamatan Sungai Bingai
* Kecamatan Stabat
Marga
Suku Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau adat yang dikenal dengan nama merga silima, tutur siwaluh, dan rakut sitelu. Masyarakat Karo mempunyai sistem marga (klan). Marga atau dalam bahasa Karo disebut merga tersebut disebut untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan yang disebut beru. Merga atau beru ini disandang di belakang nama seseorang. Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok, yang disebut dengan merga silima, yang berarti marga yang lima. Kelima merga tersebut adalah:
01. Ginting
02. Karo-Karo
03. Peranginangin
04. Sembiring
05. Tarigan
Sementara Sub Merga, dipakai di belakang Merga, sehingga tidak terjadi kerancuan mengenai pemakaian Merga dan Sub Merga tersebut.
Adapun Merga dan Sub Merga serta sejarah, legenda, dan ceritanya adalah sebagai berikut
01. MERGA GINTING
Merga Ginting terdiri atas beberapa Sub Merga seperti :
A. Ginting Pase
Ginting Pase menurut legenda sama dengan Ginting Munthe. Merga Pase juga ada di Pak-Pak, Toba dan Simalungun. Ginting Pase dulunya mempunyai kerajaan di Pase dekat Sari Nembah sekarang. Cerita Lisan Karo mengatakan bahwa anak perempuan (puteri) Raja Pase dijual oleh bengkila (pamannya) ke Aceh dan itulah cerita cikal bakal kerajaan Samudera Pasai di Aceh. Untuk lebih jelasnya dapat di telaah cerita tentang Beru Ginting Pase.

B. Ginting Munthe
Menurut cerita lisan Karo, Merga Ginting Munthe berasal dari Tongging, kemudian ke Becih dan Kuta Sanggar serta kemudian ke Aji Nembah dan terakhir ke Munthe. Sebagian dari merga Ginting Munthe telah pergi ke Toba (Nuemann 1972 : 10), kem
merga Munthe dari Toba ini kembali lagi ke Karo. Ginting Muthe di Kuala pecah menjadi Ginting Tampune.
C. Ginting Manik
Ginting Manik menurut cerita masih saudara dengan Ginting Munthe. Merga ini berasal dari Tongging terus ke Aji Nembah, ke Munthe dan Kuta Bangun. Merga Manik juga terdapat di Pak-pak dan Toba.
D. Ginting Sinusinga
E. Ginting Seragih
Menurut J.H. Neumann (Nuemann 1972 : 10), Ginting Seragih termasuk salah satu merga Ginting yang tua dan menyebar ke Simalungun menjadi Saragih, di Toba menjadi Seragi.
F. Ginting Sini Suka
Menurut cerita lisan Karo berasal dari Kalasan (Pak-Pak), kemudian berpindah ke Samosir, terus ke Tinjo dan kemudian ke Guru Benua, disana dikisahkan lahir Siwah Sada Ginting ( Sembilan Satu Ginting), yakni :
Ginting Babo
Ginting Sugihen
Ginting Guru Patih
Ginting Suka (ini juga ada di Gayo/Alas)
Ginting Beras
Ginting Bukit (juga ada di Gayo/Alas)
Ginting Garamat (di Toba menjadi Simarmata)
Ginting Ajar Tambun
Ginting Jadi Bata
Kesembilan orang merga Ginting ini mempunyai seorang saudara perempuan bernama Bembem br Ginting, yang menurut legenda tenggelam ke dalam tanah ketika sedang menari di Tiga Bembem atau sekarang Tiga Sukarame, kecamatan Munte.
G. Ginting Jawak
Menurut cerita Ginting Jawak berasal dari Simalungun. Merga ini hanya sedikit saja di daerah Karo.
H. Ginting Tumangger
Marga ini juga ada di Pak Pak, yakni Tumanggor. 

I. Ginting Capah
Capah berarti tempat makan besar terbuat dari kayu, atau piring tradisional Karo.
02. MERGA KARO-KARO
Merga Karo-Karo terbagi atas beberapa Sub Merga, yaitu :
A. Karo-Karo Purba
Merga Karo-Karo Purba menurut cerita berasal dari Simalungun. Dia disebutkan beristri dua orang, seorang puteri umang dan seorang ular.
Dari isteri umang lahirlah merga-merga :
Purba
Merga ini mendiami kampung Kabanjahe, Berastagi dan Kandibata.
Ketaren
Dahulu merga Karo-Karo Purba memakai nama merga Karo-Karo Ketaren. Ini terbukti karena Penghulu rumah Galoh di Kabanjahe, dahulu juga memakai merga Ketaren. Menurut budayawan Karo, M.Purba, dahulu yang memakai merga Purba adalah Pa Mbelgah. Nenek moyang merga Ketaren bernama Togan Raya dan Batu Maler (referensi K.E. Ketaren).
Sinukaban
Merga Sinukaban ini sekarang mendiami kampung Kaban..
Sementara dari isteri ular lahirlah anak-anak yakni merga-merga :
B. Karo-Karo Sekali
Karo-Karo sekali mendirikan kampung Seberaya dan Lau Gendek, serta Taneh Jawa.
Sinuraya/Sinuhaji
Merga ini mendirikan kampung Seberaya dan Aji Siempat, yakni Aji Jahe, Aji Mbelang dan Ujung Aji.
Jong/Kemit
Merga ini mendirikan kampung Mulawari.
Samura
C. Karo-Karo Bukit
Kelima Sub Merga ini menurut cerita tidak boleh membunuh ular. Ular dimaksud dalam legenda Karo tersebut, mungkin sekali menggambarkan keadaan lumpuh dari seseorang sehingga tidak bisa berdiri normal.
D. Karo-Karo Sinulingga
Merga ini berasal dari Lingga Raja di Pak-Pak, disana mereka telah menemui Merga Ginting Munthe. Sebagian dari Merga Karo-Karo Lingga telah berpindah ke Kabupaten Karo sekarang dan mendirikan kampung Lingga.
Merga ini kemudian pecah menjadi sub-sub merga, seperti :
Kaban
Merga ini mendirikan kampung Pernantin dan Bintang Meriah,
Kacaribu
Merga ini medirikan kampung Kacaribu.
Surbakti
Merga Surbakti membagi diri menjadi Surbakti dan Gajah. Merga ini juga kemudian sebagian menjadi Merga Torong.
Menilik asal katanya kemungkinan Merga Karo-karo Sinulingga berasal dari kerajaan Kalingga di India. Di Kuta Buloh, sebagian dari merga Sinulingga ini disebut sebagai Karo-Karo Ulun Jandi. Merga Lingga juga terdapat di Gayo/Alas dan Pak Pak.
E. Karo-Karo Kaban
Merga ini menurut cerita, bersaudara dengan merga Sinulingga, berasal dari Lingga Raja di Pak-Pak dan menetap di Bintang Meriah dan Pernantin.
F. Karo-Karo Sitepu
Merga ini menurut legenda berasal dari Sihotang (Toba) kemudian berpindah ke si Ogung-Ogung, terus ke Beras Tepu, Naman, Beganding, dan Sukanalu. Merga Sitepu di Naman sebagian disebut juga dengan nama Sitepu Pande Besi, sedangkan Sitepu dari Toraja (Ndeskati) disebut Sitepu Badiken. Sitepu dari Suka Nalu menyebar ke Nambiki dan sekitar Sei Bingai. Demikian juga Sitepu Badiken menyebar ke daerah Langkat, seperti Kuta Tepu.
G.Karo-Karo Barus
Merga Karo-Karo barus menurut cerita berasal dari Baros (Tapanuli Tengah). Nenek moyangnya Sibelang Pinggel (atau Simbelang Cuping) atau si telinga lebar. Nenek moyang merga Karo-Karo Barus mengungsi ke Karo karena diusir kawan sekampung akibat kawin sumbang (incest). Di Karo ia tinggal di Aji Nembah dan diangkat saudara oleh merga Purba karena mengawini impal merga Purba yang disebut Piring-piringen Kalak Purba. Itulah sebabnya mereka sering pula disebut Suka Piring.
H. Karo-Karo Manik
Di Buluh Duri Dairi (Karo Baluren), terdapat Karo Manik.
03. MERGA PERANGINANGIN
terbagi atas beberapa sub merga, yakni :
A. Peranginangin Sukatendel
Menurut cerita lisan, merga ini tadinya telah menguasai daerah Binje dan Pematang Siantar. Kemudian bergerak ke arah pegunungan dan sampai di Sukatendel. Di daerah Kuta Buloh, merga ini terbagi menjadi :
B. Peranginangin Kuta Buloh
Mendiami kampung Kuta Buloh, Buah Raja, Kuta Talah (sudah mati), dan Kuta Buloh Gugong serta sebagian ke Tanjung Pura (Langkat) dan menjadi Melayu.
C. Peranginangin Jombor Beringen
Merga ini mendirikan, kampung-kampung, Lau Buloh, Mburidi, Belingking,. Sebagian menyebar ke Langkat mendirikan kampung Kaperas, Bahorok, dan lain-lain.
D. Peranginangin Jenabun
Merga ini juga mendirikan kampong Jenabun,. Ada cerita yang mengatakan mereka berasal dari keturunan nahkoda (pelaut) yang dalam bahasa Karo disebut Anak Koda Pelayar. Di kampung ini sampai sekarang masih ada hutan (kerangen) bernama Koda Pelayar, tempat pertama nahkoda tersebut tinggal.
E. Peranginangin Kacinambun Menurut cerita, Peranginangin Kacinambun datang dari Sikodon-kodon ke Kacinambun.
F. Peranginangin Bangun
Alkisah Peranginangin Bangun berasal dari Pematang Siantar, datang ke Bangun Mulia. Disana mereka telah menemui Peranginangin Mano. Di Bangun Mulia terjadi suatu peristiwa yang dihubungkan dengan Guru Pak-pak Pertandang Pitu Sedalanen. Di mana dikatakan Guru Pak-pak menyihir (sakat) kampung Bangun Mulia sehingga rumah-rumah saling berantuk (ersepah), kutu anjing (kutu biang) mejadi sebesar anak babi. Mungkin pada waktu itu terjadi gempa bumi di kampung itu. Akibatnya penduduk Bangun Mulia pindah. Dari Bangun Mulia mereka pindah ke Tanah Lima Senina, yaitu Batu Karang, Jandi Meriah, Selandi, Tapak, Kuda dan Penampen. Bangun Penampen ini kemudian mendirikan kampung di Tanjung. Di Batu Karang, merga ini telah menemukan merga Menjerang dan sampai sekarang silaan di Batu Karang bernama Sigenderang.
Merga ini juga pecah menjadi :
Keliat
Menurut budayawan Karo, Paulus Keliat, merga Keliat merupakan pecahan dari rumah Mbelin di Batu Karang. Merga ini pernah memangku kerajaan di Barus Jahe, sehingga sering juga disebut Keliat Sibayak Barus Jahe.
Beliter
Di dekat Nambiki (Langkat), ada satu kampung bernama Beliter dan penduduknya menamakan diri Peranginangin Beliter. Menurut cerita, mereka berasal dari merga Bangun. Di daerah Kuta Buluh dahulu juga ada kampung bernama Beliter tetapi tidak ditemukan hubungan anatara kedua nama kampung tersebut. Penduduk kampung itu di sana juga disebut Peranginangin Beliter.
G. Peranginangin Mano
Peranginangin Mano tadinya berdiam di Bangun Mulia. Namun, Peranginangin Mano sekarang berdiam di Gunung, anak laki-laki mereka dipanggil Ngundong.
H. Peranginangin Pinem
Nenek moyang Peranginangin Pinem bernama Enggang yang bersaudara dengan Lambing, nenek moyang merga Sebayang dan Utihnenek moyang merga Selian di Pakpak.
I. Peranginangin SebayangNenek Moyang merga ini bernama Lambing, yang datang dari Tuha di Pak-pak, ke Perbesi dan kemudian mendirikan kampung Kuala, Kuta Gerat, Pertumbuken, Tiga Binanga, Gunung, Besadi (Langkat), dan lain-lain. Merga Sembayang (Sebayang) juga terdapat di Gayo/Alas.
J. Peranginangin Laksa
Menurut cerita datang dari Tanah Pinem dan kemudian menetap di Juhar.
K. Peranginangin PenggarunPenggarun berarti mengaduk, biasanya untuk mengaduk nila (suka/telep) guna membuat kain tradisional suku Karo.
L. Peranginangin Uwir
M. Peranginangin Sinurat

Menurut cerita yang dikemukakan oleh budayawan Karo bermarga Sinurat seperti Karang dan Dautta, merga ini berasal dari Peranginangin Kuta Buloh. Ibunya beru Sinulingga, dari Lingga bercerai dengan ayahnya lalu kawin dengan merga Pincawan. Sinurat dibawa ke Perbesi menjadi juru tulis merga Pincawan (Sinurat). Kemudian merga Pincawan khawatir merga Sinurat akan menjadi Raja di Perbesi, lalu mengusirnya. Pergi dari Perbesi, ia mendirikan kampung dekat Limang dan diberi nama sesuai perladangan mereka di Kuta Buloh, yakni Kerenda.
N. Peranginangin Pincawan
Nama Pincawan berasal dari Tawan, ini berkaitan dengan adanya perang urung dan kebiasaan menawan orang pada waktu itu. Mereka pada waktu itu sering melakukan penawanan-penawanan dan akhirnya disebut Pincawan.
O. Peranginangin SingarimbunPeranginangin Singarimbun menurut cerita budayawati Karo, Seh Ate br Brahmana, berasal dari Simaribun di Simalungun. Ia pindah dari sana berhubung berkelahi dengan saudaranya. Singarimbun kalah adu ilmu dengan saudaranya tersebut lalu sampailah ia di Tanjung Rimbun (Tanjong Pulo) sekarang. Disana ia menjadi gembala dan kemudian menyebar ke Temburun, Mardingding, dan Tiga Nderket.
P. Peranginangin Limbeng
Peranginangin Limbeng ditemukan di sekitar Pancur Batu. Merga ini pertama kali masuk literatur dalam buku Darwan Prinst, SH dan Darwin Prinst, SH berjudul Sejarah dan Kebudayaan Karo.
Q. Peranginangin Prasi
Merga ini ditemukan oleh Darwan Prinst, SH dan Darwin Prinst, SH di desa Selawang-Sibolangit. Menurut budayawan Karo Paulus Keliat, merga ini berasal dari Aceh, dan disahkan menjadi Peranginangin ketika orang tuanya menjadi Pergajahen di Sibiru-biru.
04. Sembiring
A. Si man Biang (yang memakan anjing) terdiri dari :
1. Sembiring Kembaren
(asal usul marga ini dari Kuala Ayer Batu, kemudian pindah ke Pagaruyung terus ke Bangko di Jambi dan selanjutnya ke Kutungkuhen di Alas. Nenek moyang mereka bernama Kenca Tampe Kuala berangkat bersama rakyatnya menaiki perahu dengan membawa pisau kerajaan bernama ‘pisau bala bari’. Keturunannya kemudian mendirikan Kampung Silalahi, Paropo, Tumba dan Martogan yang menyebar ke Liang Melas, seperti Kuta Mbelin, Sampe Raya, Pola Tebu, Ujong Deleng, Negeri Jahe, Gunong Meriah, Longlong, Tanjong Merahe, Rih Tengah, dan lain-lain. Marga ini juga tersebar luas di Kabupaten Langkat seperti Lau Damak, Batu Erjong-jong, Sapo Padang, Sijagat dan lain-lain).
2. Sembiring Keloko
menurut cerita, Sembiring Keloko masih satu keturunan dengan Sembiring Kembaren. Marga Sembiring Keloko tinggal di Rumah Tualang sebuah desa yang sudah ditinggalkan antara Pola Tebu dengan Sampe Raya. Marga ini sekarang terbanyak tinggal di Pergendangen, beberapa keluarga di Buah Raya dan Limang.
3. Sembiring Sinulaki
Sejarah Marga Sembiring Sinulaki dikatakan juga sama dengan sejarah Sembiring Kembaren karena mereka masih dalam satu rumpun. Marga Sinulaki berasal dari Silalahi.
4. Sembiring Sinupayung marga ini menurut cerita bersaudara dengan Sembiring Kembaren. Mereka ini tinggal di Juma Raja dan Negeri.
B. Si la man Biang (yang tidak memakan anjing) atau Sembiring Singombak terdiri dari :
1. Sembiring Brahmana
Menurut cerita lisan Karo, nenek moyang merga Brahmana ini adalah seorang keturunan India yang bernama Megit dan pertama kali tinggal di Talu Kaban. Anak-anak dari Megit adalah, Mecu Brahmana yang keturunannya menyebar ke Ulan Julu, Namo Cekala, dan kaban Jahe. Mbulan Brahmana menjadi cikal bakal kesain Rumah Mbulan Tandok Kabanjahe yang keturunannya kemudian pindah ke Guru Kinayan dan keturunannya mejadi Sembiring Guru Kinayan. Di desa Guru Kinayan ini merga Brahmana memperoleh banyak kembali keturunan. Dari Guru Kinayan, sebagian keturunananya kemudian pindah ke Perbesi dan dari Perbesi kemudian pindah ke Limang.
2. Sembiring Guru Kinayan
Sembiring Guru Kinayan terjadi di Guru Kinayan, yakni ketika salah seorang keturunan dari Mbulan Brahmana menemukan pokok bambo bertulis (Buloh Kanayan Ersurat). Daun bambo itu bertuliskan aksara Karo yang berisi obat-obatan. Di kampung itu menurut cerita dia mengajar ilmu silat (Mayan) dan dari situlah asal kata Guru Kinayan (Guru Ermayan). Keturunannya kemudian menjadi Sembiring Guru Kinayan.
3. Sembiring Colia
Merga Sembiring Colia, juga menurut sejarah berasal dari India, yakni kerajaan Cola di India. Mereka mendirikan kampung Kubu Colia.
4. Sembiring Muham
Merga ini juga dikatakan sejarah, berasal dari India, dalam banyak praktek kehidupan sehari-hari merga ini sembuyak dengan Sembiring Brahmana, Sembiring Guru Kinayan, Sembiring Colia, dan Sembiring Pandia. Mereka inilah yang disebut Sembiring Lima Bersaudara dan itulah asal kata nama kampung Limang. Menurut ahli sejarah Karo. Pogo Muham, nama Muham ini lahir, ketika diadakan Pekewaluh di Seberaya karena perahunya selalu bergempet (Muham).
5. Sembiring Pandia
Sebagaimana sudah disebutkan di atas, bahwa merga Sembiring Pandia, juga berasal dari kerajaan Pandia di India. Dewasa ini mereka umumnya tinggal di Payung.
6. Sembiring Keling
Menurut cerita lisan Karo mengatakan, bahwa Sembiring Keling telah menipu Raja Aceh dengan mempersembahkan seekor Gajah Putih. Untuk itu Sembiring Keling telah mencat seekor kerbau dengan tepung beras. Akan tetapi naas, hujan turun dan lunturlah tepung beras itu, karenanya terpaksalah Sembiring Keling bersembunyi dan melarikan diri. Sembiring Keling sekarang ada di Raja Berneh dan Juhar.
7. Sembiring Depari
Sembiring Depari menurut cerita menyebar dari Seberaya, Perbesi sampai ke Bekacan (Langkat). Mereka ini masuk Sembiring Singombak, di daerah Kabupaen Karo nama kecil (Gelar Rurun) anak laki-laki disebut Kancan, yang perempuan disebut Tajak. Sembiring Depari kemudian pecah menjadi Sembiring Busok. Sembiring Busok ini terjadi baru tiga generasi yang lalu. Sembiring Busok terdapat di Lau Perimbon dan Bekancan.
8. Sembiring Bunuaji
Merga ini terdapat di Kuta Tengah dan Beganding.
9. Sembiring Milala
Sembiring Milala, juga menurut sejarah berasal dari India, mereka masuk ke Sumatera Utara melalui Pantai Timur di dekat Teluk Haru. Di Kabupaten Karo penyebarannya dimulai dari Beras Tepu. Nenek moyang mereka bernama Pagit pindah ke Sari Nembah. Mereka umumnya tinggal di kampung-kampung Sari Nembah, Raja Berneh, Kidupen, Munte, Naman dan lain-lain. Pecahan dari merga ini adalah Sembiring Pande Bayang.
10. Sembiring Pelawi
Menurut cerita Sembiring Pelawi diduga berasa dari India (Palawa). Pusat kekuasaan merga Pelawi di wilayah Karo dahulu di Bekancan. Di Bekancan terdapat seorang Raja, yaitu Sierkilep Ngalehi, menurut cerita, daerahnya sampai ke tepi laut di Berandan, seperti Titi Pelawi dan Lau Pelawi. Di masa penjajahan Belanda daerah Bekancan ini masuk wilayah Pengulu Bale Nambiki. Kampung-kampung merga Sembiring Pelawi adalah : Ajijahe, Kandibata, Perbesi, Perbaji, Bekancan dan lain-lain.
11. Sembiring Sinukapor
Sejarah merga ini belum diketahui secara pasti, mereka tinggal di Pertumbuken, Sidikalang, dan Sarintonu.
12. Sembiring Tekang
Sembiring Tekang dianggap dekat/bersaudara dengan Sembiring Milala. Di Buah Raya, Sembiring Tekang ini juga menyebut dirinya Sembiring Milala. Kedekatan kedua merga ini juga terlihat dari nama Rurun anak-anak mereka. Rurun untuk merga Milala adalah Jemput (laki-laki di Sari Nembah) / Sukat (laki-laki di Beras Tepu) dan Tekang (wanita). Sementara Rurun Sembiring Tekang adalah Jambe (laki-laki) dan Gadong (perempuan). Kuta pantekennya adalah Kaban, merga ini tidak boleh kawin-mengawin dengan merga Sinulingga, dengan alasan ada perjanjian, karena anak merga Tekang diangkat anak oleh merga Sinulingga.
Adanya perbedaan antara Sembiring Siman Biang dengan Sembiring Si La Man Biang sebenarnya menurut Jaman Tarigan, seorang pengetua adat adalah merupakan kelanjutan kisah dari pelarian Sembiring Keling setelah menipu Raja Aceh yaitu dengan mempersembahkan seekor gajah putih padahal sesungguhnya adalah seekor kerbau yang dicat dengan tepung beras. Namun, pada saat mempersembahkannya hujan turun sehingga tepung beras yang melumuri kerbau tersebut luntur sehingga ia harus melarikan diri.
Dalam pelariannya ia menemukan jalan buntu dan satu-satunya jalan hanya menyeberangi sungai. Sembiring Keling tersebut tidak dapat berenang sehingga ia bersumpah siapapun yang dapat menolongnya akan diberi imbalan yang sesuai. Ternyata ada seekor anjing yang menolongnya sehingga ia selamat sampai ke seberang dan dapat meloloskan diri dari kejaran pasukan Raja Aceh. Setelah diselamatkan oleh anjing ia akhirnya bersumpah bahwa ia, saudara-saudara dan keturunannya tidak akan memakan anjing sampai kapanpun.
Akibat dari sumpahnya akhirnya semua Marga Sembiring yang berasal dari India Belakang beserta keturunannya ikut menanggung akibatnya sampai saat ini, yaitu apabila ada keturunan Sembiring Simantangken Biang yang memakan anjing maka akan mengalami gatal-gatal di tubuhnya.
05. MERGA TARIGAN
.Tarigan Tua
kampong asalnya di Purba Tua dekat Cingkes dan Pergendangen
Tarigan Bondong
di Lingga
Tarigan Jampang
di Pergendangen
Tarigan Gersang
di Nagasaribu dan Beras Tepu
Tarigan Cingkes
di Cingkes
Tarigan Gana-gana
di Batu Karang ;
Tarigan Peken
di Sukanalu dan Namo Enggang
Tarigan Tambak
di Kebayaken dan Sukanalu
Tarigan Purba
di Purba
Tarigan Sibero
di Juhar, Kuta Raja, Keriahen Munte, Tanjong Beringen, Selakar, dan Lingga
Tarigan Silangit
di Gunung Meriah (Deli Serdang)
Tarigan Kerendam
di Kuala, Pulo Berayan dan sebagian pindah ke Siak dan menjadi Sultan disana
Tarigan Tegur
di Suka
Tarigan Tambun
di Rakut Besi dan Binangara
Tarigan Sahing
di Sinaman
Rakut Sitelu
Hal lain yang penting dalam susunan masyarakat Karo adalah rakut sitelu atau daliken sitelu (artinya secara metaforik adalah tungku nan tiga), yang berarti ikatan yang tiga. Arti rakut sitelu tersebut adalah sangkep nggeluh (kelengkapan hidup) bagi orang Karo. Kelengkapan yang dimaksud adalah lembaga sosial yang terdapat dalam masyarakat Karo yang terdiri dari tiga kelompok, yaitu:
1. kalimbubu
2. anak beru
3. senina
Kalimbubu dapat didefinisikan sebagai keluarga pemberi isteri, anak beru keluarga yang mengambil atau menerima isteri, dan senina keluarga satu galur keturunan merga atau keluarga inti.
Tutur Siwaluh
Tutur siwaluh adalah konsep kekerabatan masyarakat Karo, yang berhubungan dengan penuturan, yaitu terdiri dari delapan golong
1. puang kalimbubu
2. kalimbubu
3. senina
4. sembuyak
5. senina sipemeren
6. senina sepengalon/sedalanen
7. anak beru
8. anak beru menteri
Dalam pelaksanaan upacara adat, tutur siwaluh ini masih dapat dibagi lagi dalam kelompok-kelompok lebih khusus sesuai dengan keperluan dalam pelaksanaan upacara yang dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:
1. Puang kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu seseorang
2. Kalimbubu adalah kelompok pemberi isteri kepada keluarga tertentu, kalimbubu ini dapat dikelompokkan lagi menjadi:
Kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua, yaitu kelompok pemberiisteri kepada kelompok tertentu yang dianggap sebagai kelompok pemberi isteri adal dari keluarga tersebut. Misalnya A bermerga Sembiring bere-bere Tarigan, maka Tarigan adalah kalimbubu Si A. Jika A mempunyai anak, maka merga Tarigan adalah kalimbubu bena-bena/kalimbubu tua dari anak A. Jadi kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua adalah kalimbubu dari ayah kandung.
Kalimbubu simada dareh adalah berasal dari ibu kandung seseorang. Kalimbubu simada dareh adalah saudara laki-laki dari ibu kandung seseorang. Disebut kalimbubu simada dareh karena merekalah yang dianggap mempunyai darah, karena dianggap darah merekalah yang terdapat dalam diri keponakannya.
Kalimbubu iperdemui, berarti kalimbubu yang dijadikan kalimbubu oleh karena seseorang mengawini putri dari satu keluarga untuk pertama kalinya. Jadi seseorang itu menjadi kalimbubu adalah berdasarkan perkawinan.
3. Senina, yaitu mereka yang bersadara karena mempunyai merga dan submerga yang sama.
4. Sembuyak, secara harfiah se artinya satu dan mbuyak artinya kandungan, jadi artinya adalah orang-orang yang lahir dari kandungan atau rahim yang sama. Namun dalam masyarakat Karo istilah ini digunakan untuk senina yang berlainan submerga juga, dalam bahasa Karo disebut sindauh ipedeher (yang jauh menjadi dekat).
5. Sipemeren, yaitu orang-orang yang ibu-ibu mereka bersaudara kandung. Bagian ini didukung lagi oleh pihak siparibanen, yaitu orang-orang yang mempunyai isteri yang bersaudara.
6. Senina Sepengalon atau Sendalanen, yaitu orang yang bersaudara karena mempunyai anak-anak yang memperisteri dari beru yang sama.
7. Anak beru, berarti pihak yang mengambil isteri dari suatu keluarga tertentu untuk diperistri. Anak beru dapat terjadi secara langsung karena mengawini wanita keluarga tertentu, dan secara tidak langsung melalui perantaraan orang lain, seperti anak beru menteri dan anak beru singikuri.Anak beru ini terdiri lagi atas:
anak beru tua, adalah anak beru dalam satu keluarga turun temurun. Paling tidak tiga generasi telah mengambil isteri dari keluarga tertentu (kalimbubunya). Anak beru tua adalah anak beru yang utama, karena tanpa kehadirannya dalam suatu upacara adat yang dibuat oleh pihak kalimbubunya, maka upacara tersebut tidak dapat dimulai. Anak beru tua juga berfungsi sebagai anak beru singerana (sebagai pembicara), karena fungsinya dalam upacara adat sebagai pembicara dan pemimpin keluarga dalam keluarga kalimbubu dalam konteks upacara adat.
Anak beru cekoh baka tutup, yaitu anak beru yang secara langsung dapat mengetahui segala sesuatu di dalam keluarga kalimbubunya. Anak beru sekoh baka tutup adalah anak saudara perempuan dari seorang kepala keluarga. Misalnya Si A seorang laki-laki, mempunyai saudara perempuan Si B, maka anak Si B adalah anak beru cekoh baka tutup dari Si A. Dalam panggilan sehari-hari anak beru disebut juga bere-bere mama.
8. Anak beru menteri, yaitu anak berunya anak beru. Asal kata menteri adalah dari kata minteri yang berarti meluruskan. Jadi anak beru minteri mempunyai pengertian yang lebih luas sebagai petunjuk, mengawasi serta membantu tugas kalimbubunya dalam suatu kewajiban dalam upacara adat. Ada pula yang disebut anak beru singkuri, yaitu anak berunya anak beru menteri. Anak beru ini mempersiapkan hidangan dalam konteks upacara adat.

Sekian dan Terima Kasih. Semoga Bermanfaat.
Mohon maaf jika ada kesalahan. Saran dan Kritiknya saya tunggu guna memperbaiki informasi ini.
Mejuah – Juah

1 komentar: